Menurut cerita para sesepuh,
Dahulu ditempat tersebut tidak pernah ada yg namanya malam,
Sepanjang waktu tidak pernah ada gelap, karena kejadian itu orang yang biasa mencari nafkah malam hari (maling /pencuri) pada bingung,
Merekapun mengumpulkan semua teman-temannya untuk mencari tahu penyebabnya,
Akhirnya mereka tahu, ternyata sumber cahaya yang tidak pernah padam berasal dari sebongkah batu besar (yang diagungkan oleh orang-orang disekitar) dan akhirnya mereka berusaha memadamkan sinar batu tersebut agar aktifitas mereka bisa berjalan lancar kembali,
Akan tetapi tidak seorangpun yg sanggup untuk memadamkannya,
Tersebutlah seorang maling aguna (maling sakti yg mencuri uang milik orang kaya untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin) mencari tahu cara memadamkan sinar batu tersebut,
Setelah mendapat wangsit akhirnya dia tahu bagaimana cara memadamkan sinar tersebut, yaitu dengan cara disiram dengan air kencing seorang perawan sunti (perempuan tua yang tidak pernah merasakan kenikmatan dunia),
Setelah syarat itu dilakukan barulah sinar batu tersebut bisa padam, dan kehidupan ditempat tersebut bisa berjalan normal kembali, ada siang hari dan ada malam hari,
Menurut cerita batu tersebut merupakan sebuah meteor yang jatuh, orang sekitar percaya bahwa batu tersebut adalah sebuah lintang wluku,
Karena banyaknya orang yang mengagungkan batu tersebut maka tempat itu dinamai watuagung, dan setiap 3 tahun sekali ditempat itu diadakan selamatan potong kerbau, kepala kerbau dikubur sebagai persembahan dan dagingnya di bagi-bagikan kepada warga sekitar,
Dan sampai sekarang menjadi tradisi, siapapun yang menjadi kepala desa di watuagung, mempunyai kewajiban untuk melaksanakan potong kerbau,
————-
Untuk menghilangkan syirik, sejak tahun 2012 kepala kerbau tidak lagi dikubur tapi dimanfaatkan untuk dimakan,
Dan kepala desa beserta jajaranya mempunyai kewajiban untuk menyampaikan arti sebenarnya dari kisah tersebut,
Wluku = alat untuk membajak sawah
Kerbau = binatang paling penurut, klo sudah di cocol hidungnya (dikasih tali) disuruh apapun kerbau akan menurut.
Jadi.. Siapapun yang menjadi kepala desa watuagung wajib menghilangkan kebodohan warganya agar tidak mudah disuruh-suruh ke dalam hal-hal yang tidak benar (syirik),
Tidak mudah diperbudak orang kaya yang menyuruh tanpa kenal waktu,
Itulah sekelumit kisah / crita yang saya peroleh dari para sesepuh desa.
Karena banyaknya warga yang kurang setuju dengan memanfaatkan kepala kerbau untuk dimakan maka pada tahun 2018 berdasarkan musyawarah dengan para tokoh agama dibalai desa watuagung,
Adat yang dulu ditinggalkan sejak tahun 2012 sampai tahun 2018 dilaksanakan kembali dengan tujuan memberi makan kepada mahluk Alloh SWT yang lain.
Karena mahluk alloh tidak hanya manusia, tapi ada bakteri, caring dan kehidupan dalam tanah yang lain.
Nara sumber: Tukang uang parimin (alm); mbah Hadi Ompong, dan Hasil Musyawarah
[…] Sejarah Watuagung Klik disini […]
[…] Setiap 3 (tiga) tahun sekali kepala Desa mempunya kewajiban untuk memotong kerbau seperti halnya diceritakan dalam asal mula Desa Watuagung. […]
Nek jerene embahku (pak Dharsono ex LKMD ds watuagung lan mbah Bau Jamal ex bau gadang kulon) watu lintang bisa sipet urube lantaran disiram banyu krambil. Tapi ya jenenge dongeng bisa bener bisa ora.
masih banyak sumber yang perlu dikumpulkan. cerita ini dikaitkan dengan cerita makam perawan sunti di sebelah masjid,